Kelemahan Tata Pendidikan di Indonesia menjadi sorotan serius, terutama dalam menghadapi tantangan degradasi moral dan kesenjangan akses yang masih merata. Sistem pendidikan yang ideal seharusnya menjadi benteng utama pembentuk karakter dan penyedia kesempatan yang adil bagi setiap warga negara. Namun, realitasnya menunjukkan bahwa kita masih bergulat dengan berbagai persoalan mendasar yang menghambat terwujudnya tujuan mulia tersebut.
Salah satu Kelemahan Tata Pendidikan yang paling mendalam adalah minimnya penekanan pada pendidikan karakter. Kasus-kasus seperti pelecehan seksual anak dan inses yang marak terjadi menjadi cerminan nyata bahwa sistem pendidikan kita belum berhasil menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang kuat sejak dini. Pendidikan sejatinya harus dimulai dari rumah, dengan peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama. Namun, institusi pendidikan formal juga memikul tanggung jawab besar dalam memperkuat fondasi moral ini, bukan hanya fokus pada capaian akademis semata. Pada sebuah seminar pendidikan di Universitas Nasional pada 15 Mei 2024, seorang pakar sosiologi pendidikan menyoroti bahwa kurikulum seringkali terlalu padat materi pelajaran kognitif, mengabaikan pengembangan afektif dan psikomotorik.
Selain itu, Kelemahan Tata Pendidikan juga terlihat jelas pada isu akses yang tidak merata. Kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan masih sangat lebar, baik dari segi fasilitas, kualitas pengajar, maupun ketersediaan infrastruktur pendukung. Banyak sekolah di daerah terpencil masih kekurangan guru berkualitas, buku pelajaran yang memadai, bahkan akses listrik dan internet. Kondisi ini secara langsung memengaruhi kualitas pembelajaran dan mempersulit siswa untuk bersaing secara setara di jenjang pendidikan lebih tinggi atau pasar kerja. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2023 menunjukkan bahwa sekitar 15% sekolah dasar di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) masih belum memiliki akses listrik yang stabil.
Untuk mengatasi Kelemahan Tata Pendidikan ini, diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang lebih besar dan tepat sasaran untuk pemerataan akses pendidikan, khususnya di daerah-daerah yang selama ini terpinggirkan. Program pelatihan guru yang berkelanjutan, peningkatan kesejahteraan guru, dan penyediaan fasilitas yang memadai adalah langkah-langkah krusial. Selain itu, kurikulum juga harus direvisi agar lebih seimbang antara aspek kognitif dan pembentukan karakter.
Pentingnya peran serta masyarakat dan keluarga juga tak bisa diabaikan. Lingkungan rumah dan komunitas harus menjadi ekosistem yang mendukung pendidikan karakter dan pembelajaran sepanjang hayat. Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat, diharapkan Kelemahan Tata Pendidikan yang ada saat ini dapat diminimalisir, dan kita bisa mewujudkan sistem pendidikan yang lebih inklusif, berkualitas, serta mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang cerdas dan berakhlak mulia.